Krisis Startup atau Evolusi Ekosistem? Menelaah Perubahan Strategi Venture Capital

Krisis yang dihadapi startup saat ini mencerminkan dinamika perubahan dalam ekosistem investasi, khususnya terkait pergeseran strategi venture capital (VC). Perubahan strategi venture capital telah menciptakan tantangan baru bagi banyak startup, terutama dalam memperoleh pendanaan setelah era ekspansi besar-besaran.  

Setelah menikmati lonjakan investasi dalam beberapa tahun terakhir, kini industri startup menghadapi realitas yang lebih selektif dan penuh tekanan. Situasi ini memunculkan pertanyaan, apakah kita sedang mengalami krisis startup, ataukah ini adalah bagian dari evolusi alami ekosistem startup dan perubahan strategi venture capital? Untuk tahu jawabannya, silahkan baca artikel ini!

Gelombang Kejayaan Startup dan Realitas yang Berubah

Selama dekade terakhir, startup di berbagai sektor mendapatkan suntikan dana yang luar biasa dari investor. Model bisnis berbasis pertumbuhan agresif dengan strategi “bakar uang” menjadi norma. Investor berlomba-lomba menanamkan modal pada perusahaan yang memiliki potensi untuk mendisrupsi industri, meskipun belum menghasilkan keuntungan.

Namun, beberapa faktor mulai mengubah dinamika ini. Suku bunga yang meningkat, ketidakpastian ekonomi global, dan kasus-kasus kegagalan startup dengan valuasi tinggi, seperti WeWork dan FTX, membuat investor semakin berhati-hati. Kini, strategi investasi VC mengalami perubahan signifikan, dari sekadar mengejar pertumbuhan tinggi menjadi lebih selektif dalam menilai profitabilitas dan keberlanjutan bisnis.

Melansir dari Labirin.id Pendanaan modal ventura bagi startup di Indonesia mengalami penurunan tajam, dari US$8,94 miliar pada 2021 menjadi hanya US$693 juta pada 2024, ini mencerminkan penurunan sebesar 92,95%. Tren ini dipengaruhi oleh fenomena tech winter yang mengguncang pasar global, termasuk Asia Tenggara. Kendati Indonesia mengalami penurunan yang lebih drastis, skala penurunan investasi di tingkat regional masih lebih kecil, yaitu 87,21%.

Eddi Danusaputro, Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo), menegaskan bahwa kondisi sulit saat ini menjadi ujian bagi daya tahan serta manajemen startup, dengan menekankan pentingnya profitabilitas dibandingkan sekadar mengejar valuasi.

Sementara itu, Darryl Ratulangi dari OCBC Ventura mengungkapkan bahwa sentimen negatif terhadap startup bermasalah berpotensi mempengaruhi keputusan investasi modal ventura pada 2025, meskipun masih ada sektor tertentu yang tetap menarik bagi investor.

Ronald S. Simorangkir dari Mandiri Capital Indonesia menyoroti bahwa tren investasi di dalam negeri juga dipengaruhi oleh dinamika ekonomi domestik. Meskipun tantangan besar masih membayangi, sektor seperti teknologi finansial dan kendaraan listrik tetap menunjukkan prospek pertumbuhan, sebagaimana disampaikan oleh Rudiantara dan Randolph Hsu.

Di sisi lain, Willson Cuaca dari East Ventures menambahkan bahwa penurunan pendanaan turut dipicu oleh faktor eksternal, termasuk tingginya suku bunga. Namun, Indonesia tetap memiliki daya tarik investasi, terutama di sektor energi bersih dan transportasi berkelanjutan.

Perubahan Strategi Venture Capital

Salah satu pergeseran terbesar dalam dunia venture capital adalah meningkatnya fokus pada profitabilitas startup sejak tahap awal. Tren ini menantang paradigma lama yang lebih mengutamakan ekspansi pasar ketimbang keuntungan langsung.

Edwin Mak, Kepala di Burda Principal Investments, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tekanan untuk cepat mencapai keuntungan dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat di antara para pelaku industri. Ia menekankan pentingnya membangun ekonomi unit yang kokoh, memastikan bahwa setiap investasi yang dilakukan memiliki dampak positif terhadap keberlanjutan bisnis.

Selama bertahun-tahun, venture capital mendukung pertumbuhan agresif startup, sering kali dengan mengorbankan profitabilitas jangka pendek demi dominasi pasar. Kini, paradigma itu mulai bergeser menuju model pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.

Investor semakin memperhatikan efisiensi ekonomi unit untuk memastikan startup dapat berkembang tanpa membahayakan stabilitas keuangan mereka. Seperti yang dikatakan Edwin Mak, tantangannya adalah bagaimana menumbuhkan bisnis secara strategis tanpa mengorbankan fundamental ekonomi yang sehat.

Investor kini menyesuaikan pendekatan mereka untuk lebih dari sekadar memberikan modal, tetapi juga membimbing perusahaan rintisan dalam menghadapi realitas bisnis yang baru. Zhijin Cai dari Citi menyoroti pentingnya investasi strategis yang disertai dengan dukungan operasional dan berbagi wawasan pasar.

Untuk merespons tantangan ini, venture capital mulai mengalihkan perhatian ke industri dengan prospek pertumbuhan yang lebih kuat. Sektor seperti agritech, layanan kesehatan, dan digitalisasi UMKM kini menjadi fokus utama para investor. Perubahan strategi ini mencerminkan bahwa meskipun terdapat ketidakpastian ekonomi, beberapa bidang tetap menawarkan peluang pertumbuhan yang stabil dan menjanjikan.

Optimisme di Tengah Krisis

Meskipun tantangan masih menghadang, ada optimisme bahwa kondisi ekonomi akan membaik jika suku bunga menurun dan investasi lebih diarahkan ke sektor-sektor berkelanjutan. Besarnya potensi pasar Indonesia, dengan nilai ekonomi digital yang diperkirakan mencapai USD 130 miliar, memberikan peluang bagi startup untuk kembali berkembang.

Perkembangan teknologi semakin mempermudah aktivitas belanja, baik untuk produk lokal maupun internasional, tanpa perlu mengunjungi toko fisik. Saat ini, berbagai platform seperti website, e-commerce, dan media sosial menjadi pilihan utama dalam transaksi digital.

Perubahan ini juga berdampak pada sistem pembayaran, yang kini beralih dari metode konvensional seperti kartu debit dan kredit ke pembayaran digital melalui aplikasi dari bank maupun penyedia jasa keuangan lainnya. Selain itu, kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan para pelaku usaha menjangkau lebih banyak konsumen dengan cara yang lebih efisien dan praktis.

Dampak digitalisasi terhadap perusahaan startup bervariasi tergantung pada sektor usahanya. Startup di sektor pendukung ekosistem digitalisasi, maritim, dan pariwisata mengalami tekanan lebih besar akibat perubahan kondisi pasar. Sebaliknya, startup di bidang sistem pembayaran, logistik, pertanian, dan kesehatan tetap menunjukkan ketahanan yang relatif baik.

Secara sektoral, e-commerce menjadi salah satu sektor paling menjanjikan. Selama pandemi Covid-19, e-commerce menunjukkan ketangguhan dengan pertumbuhan nilai total transaksi (GMV) sebesar 54%, mencapai USD 32 miliar pada 2020, dengan proyeksi kenaikan hingga USD 83 miliar pada 2025.

Survei Bank DBS Indonesia pada 22 September 2020 juga mengungkap bahwa 66% responden berencana beralih dari toko fisik ke e-commerce untuk pembelian produk non-makanan pasca pandemi. Selain itu, upaya pemerintah dalam mendigitalisasi 3 juta UMKM pada 2020 semakin mendorong pertumbuhan e-commerce, menciptakan lebih banyak peluang bagi pelapak baru dan memperluas basis konsumen di sektor ini.

Kesimpulan

Krisis yang dihadapi startup saat ini tidak sekadar persoalan pendanaan, melainkan bagian dari dinamika evolusi ekosistem investasi. Perubahan strategi dari venture capital, yang kini lebih selektif dalam memilih sektor dengan prospek cerah, membuka peluang bagi pemulihan dan pertumbuhan industri di masa depan. Kemampuan beradaptasi terhadap kondisi pasar serta inovasi dalam model bisnis menjadi faktor penentu keberlanjutan startup di Indonesia.

Situasi ini bukanlah kehancuran bagi startup, melainkan fase transisi menuju industri yang lebih matang dan berkelanjutan. Venture capital kini tidak hanya berfokus pada startup dengan pertumbuhan pesat, tetapi juga pada perusahaan yang memiliki strategi bisnis kokoh dan daya tahan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Bagi para pendiri startup, perubahan ini menjadi momentum untuk memperkuat fondasi bisnis mereka. Alih-alih hanya bergantung pada pendanaan eksternal, mereka perlu menitikberatkan pada penciptaan nilai yang nyata, profitabilitas, dan efisiensi operasional agar dapat bertahan dan berkembang.

Dengan demikian, era startup tidak berakhir, melainkan memasuki babak baru dalam perjalanan ekosistem teknologi dan inovasi. Startup yang mampu beradaptasi dengan realitas baru ini akan muncul sebagai pemimpin di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *